Perdana Mentri Prancis Mundur Sebelum Sebulan Menjabat, Dunia politik Prancis kembali diguncang oleh kabar mengejutkan. Perdana Menteri Prancis yang baru dilantik kurang dari sebulan lalu, tiba-tiba mengumumkan pengunduran dirinya. Keputusan ini datang di tengah situasi politik yang tegang dan menambah daftar panjang tantangan yang dihadapi pemerintahan Presiden Emmanuel Macron.
Langkah mundur ini menandai krisis kepemimpinan yang semakin dalam di Prancis, negara yang selama beberapa bulan terakhir menghadapi ketidakstabilan politik setelah hasil pemilu legislatif yang tidak memberikan mayoritas jelas bagi kubu Macron.
Latar Belakang Pengangkatan Perdana Menteri Baru
Setelah pemilu parlemen yang berlangsung pada pertengahan tahun 2025, Presiden Macron menunjuk Eric Ciotti, politikus dari kubu konservatif Republik (Les Républicains), sebagai perdana menteri baru. Langkah ini dianggap sebagai strategi politik berani Macron untuk membangun koalisi lintas partai dan memperluas basis dukungan di parlemen.
Penunjukan Ciotti disambut dengan berbagai reaksi. Sebagian pihak memuji Macron karena berusaha merangkul oposisi, sementara sebagian lain menilai keputusan itu berisiko karena menggabungkan dua kubu politik yang kerap berseberangan secara ideologis.
Namun, hanya dalam waktu kurang dari 30 hari, Ciotti membuat publik terkejut dengan pengumuman pengunduran dirinya.
Pengumuman Pengunduran Diri yang Mengejutkan
Dalam konferensi pers singkat di Paris, Eric Ciotti menyampaikan bahwa ia telah menyerahkan surat pengunduran diri kepada Presiden Macron. Dalam pernyataannya, Ciotti menyebutkan alasan “perbedaan pandangan mendasar dalam arah kebijakan pemerintah” sebagai pemicu utama keputusannya.
“Saya percaya pada stabilitas politik dan kejujuran moral dalam kepemimpinan. Ketika prinsip-prinsip itu tidak lagi bisa dipertahankan, saya memilih untuk mundur,” ujar Ciotti dengan nada serius.
Meski Ciotti tidak menjelaskan secara detail kebijakan apa yang dimaksud, banyak analis politik menilai bahwa perbedaan visi mengenai reformasi ekonomi dan kebijakan imigrasi menjadi akar masalahnya.
Sumber dari dalam parlemen mengungkapkan bahwa Ciotti menghadapi tekanan berat dari dua sisi — kubu Macron yang mendorong liberalisasi ekonomi, dan partai asalnya yang menuntut kebijakan konservatif lebih keras.
Tanggapan Presiden Emmanuel Macron
Tak lama setelah pengumuman itu, Istana Élysée mengonfirmasi bahwa Presiden Macron telah menerima pengunduran diri Ciotti. Dalam pernyataannya, Macron menyampaikan rasa terima kasih atas kontribusi singkat Ciotti dan berjanji akan segera menunjuk perdana menteri baru.
“Prancis membutuhkan stabilitas dan arah yang jelas. Saya menghormati keputusan Perdana Menteri dan akan segera mengumumkan langkah berikutnya,” kata Macron.
Namun, pengunduran diri ini jelas menjadi pukulan politik bagi Macron, yang tengah berupaya keras mempertahankan kepercayaan publik setelah serangkaian kebijakan reformasi yang tidak populer, termasuk kenaikan usia pensiun dan pemotongan subsidi energi.
Baca Juga: Rusia Dilanda Pemadaman Listrik Akibat Serangan Balasan Drone Ukraina
Reaksi Publik dan Partai Politik
Keputusan Ciotti mundur memicu reaksi beragam di kalangan publik dan partai politik.
Kelompok oposisi dari sayap kiri, La France Insoumise, menilai pengunduran diri ini sebagai bukti bahwa “pemerintahan Macron kehilangan arah dan legitimasi.” Sementara itu, partai sayap kanan National Rally (RN) yang di pimpin oleh Marine Le Pen menyebut peristiwa ini sebagai “tanda kehancuran politik elite Paris.”
Di sisi lain, beberapa anggota parlemen dari kubu Macron tetap berusaha menenangkan situasi. Mereka menekankan bahwa transisi kepemimpinan tidak akan memengaruhi stabilitas negara secara signifikan.
Namun, di kalangan masyarakat umum, survei menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan terhadap pemerintahan Macron menurun hingga di bawah 30 persen — angka terendah sejak masa protes besar tahun 2019.
Akar Masalah: Koalisi yang Rapuh
Para pengamat politik menilai bahwa pengunduran diri Ciotti adalah hasil dari koalisi politik yang rapuh sejak awal. Ketiadaan mayoritas absolut di parlemen membuat setiap keputusan pemerintahan harus di negosiasikan dengan berbagai partai, termasuk oposisi.
Kondisi ini menciptakan kebuntuan politik yang menyulitkan pemerintah dalam membuat kebijakan penting, seperti reformasi ekonomi dan kebijakan luar negeri.
Menurut pakar politik dari Universitas Sciences Po, koalisi Macron dan Ciotti ibarat “perkawinan politik yang praktis tetapi tanpa cinta.” Artinya, kerja sama ini bersifat sementara dan tidak di landasi kesamaan visi jangka panjang.
“Prancis saat ini menghadapi kebuntuan pemerintahan. Presiden Macron mungkin jenius dalam diplomasi, tetapi di dalam negeri ia berjuang untuk menjaga keseimbangan kekuasaan,” ujar seorang analis.
Dampak Pengunduran Diri terhadap Politik Prancis
Pengunduran diri perdana menteri di tengah masa jabatan yang baru berjalan singkat memiliki dampak besar terhadap dinamika politik Prancis.
- Ketidakstabilan Pemerintahan:
Kekosongan jabatan perdana menteri dapat memperlambat proses pengambilan keputusan dan memperburuk ketidakpastian ekonomi. - Peluang bagi Oposisi:
Partai sayap kanan dan kiri kini memiliki kesempatan untuk memperkuat posisi mereka menjelang kemungkinan pemilihan ulang legislatif. - Citra Macron di Mata Dunia:
Di tengah tantangan global seperti perang Ukraina dan krisis energi Eropa, pengunduran diri ini dapat melemahkan posisi Prancis di panggung internasional. - Dampak Ekonomi:
Bursa saham Prancis sempat mengalami penurunan tipis setelah kabar pengunduran diri beredar, mencerminkan kekhawatiran investor terhadap stabilitas politik negara tersebut.
Proses Penggantian Perdana Menteri
Menurut konstitusi Prancis, Presiden memiliki wewenang penuh untuk menunjuk perdana menteri baru tanpa melalui persetujuan parlemen. Namun, untuk membentuk pemerintahan yang efektif, kandidat baru tetap harus memiliki dukungan politik yang cukup di parlemen.
Beberapa nama yang di sebut-sebut masuk dalam radar Macron antara lain:
- Gabriel Attal, mantan juru bicara pemerintah yang di kenal loyal dan komunikatif.
- Élisabeth Borne, perdana menteri sebelumnya yang pernah menjabat sebelum Ciotti.
- Bruno Le Maire, Menteri Keuangan yang berpengalaman dalam kebijakan ekonomi.
Macron di kabarkan akan mengambil waktu beberapa hari untuk berkonsultasi dengan para penasihat politik sebelum mengumumkan keputusan resminya.
Tantangan Pemerintahan Selanjutnya
Siapa pun yang menggantikan posisi perdana menteri akan menghadapi tugas berat. Prancis saat ini tengah bergulat dengan inflasi tinggi, gelombang protes sosial, dan ketidakpastian ekonomi global.
Selain itu, hubungan Prancis dengan Uni Eropa dan NATO juga berada di titik kritis, terutama setelah beberapa pernyataan Macron yang kontroversial mengenai kemandirian strategis Eropa.
Kandidat perdana menteri berikutnya harus mampu menyeimbangkan stabilitas politik dalam negeri dan peran diplomatik Prancis di tingkat global.
Reaksi Dunia Internasional
Negara-negara Eropa bereaksi hati-hati terhadap berita ini. Jerman, mitra utama Prancis di Uni Eropa, menyampaikan harapan agar stabilitas politik Prancis tetap terjaga.
Di sisi lain, media internasional menyoroti pengunduran diri Ciotti sebagai tanda “turbulensi politik” di negara yang selama ini menjadi pilar penting Uni Eropa.
Beberapa diplomat juga menyebut bahwa peristiwa ini bisa memperlambat kerja sama strategis Eropa dalam menangani isu energi dan pertahanan bersama.
Analisis: Krisis Kepercayaan atau Strategi Politik?
Banyak analis berpendapat bahwa mundurnya Eric Ciotti tidak hanya di sebabkan oleh konflik kebijakan, tetapi juga ketegangan politik yang lebih dalam.
Beberapa spekulasi menyebutkan bahwa Ciotti mungkin merasa di jadikan “tameng politik” oleh Macron untuk menenangkan oposisi, tanpa di beri ruang nyata untuk membuat keputusan penting.
Di sisi lain, pengunduran diri ini bisa menjadi strategi politik jangka panjang bagi Ciotti untuk memperkuat posisinya di partai konservatif menjelang pemilihan berikutnya.
Penutup
Pengunduran diri Perdana Menteri Prancis kurang dari sebulan setelah menjabat menunjukkan betapa rapuhnya stabilitas politik di Eropa Barat saat ini. Di tengah tekanan global, krisis energi, dan ketidakpastian ekonomi, langkah ini menjadi ujian besar bagi Presiden Macron untuk mempertahankan kredibilitasnya sebagai pemimpin nasional dan Eropa.
Meski pemerintah berjanji akan segera membentuk kabinet baru, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tantangan politik Prancis masih jauh dari selesai. Pertanyaannya kini: apakah Macron mampu memulihkan kepercayaan rakyat dan menata kembali kekuatan politiknya sebelum badai berikutnya datang?